KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan yang
sedalam-dalamnya kepada Allah S.W.T atas segala Rahmat dan Taufik-Nya yang
diberikan kepada kita sekalian, sehingga tugas makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah tentang objek kajian antropologi
ini disusun guna untuk membuka cakrawala berfikir kita dan untuk menambah
pengetahuan kita khususnya pada mata kuliah pengantar antropologi
Di samping itu, makalah ini tidak
akan terselesaikan tanpa adanya konstribusi dan pemikiran dari teman-teman
serta dari dosen pembimbing. Dan kami harapkan agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami dan teman-teman, dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Kepada semua pihak yang telah
berperan aktif dalam penyelesaian tugas makalah tentang objek kajian antropologi ini saya ucapkan terima kasih.
Akhir kata, apabila ada kekurangan
dan kekeliruan di dalam makalah ini. Maka saya memohon maaf yang
sebesar-besarnya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberkati kita semua.
Amin.
Makassar,28,Oktober,2015
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI ANTROPOLOGI
B. PENGERTIAN ANTROPOLOGI
C.
KAJIAN
DALAM ANTROPOLOGI
D.
DEFINISI
ANTROPOLOGI MENURUT PARA AHLI
E.
OBJEK,
TUJUAN, DAN CABANG ILMU ANTROPOLOGI
F.
TUJUAN
ANTROPOLOGI SEBAGAI ILMU
G.
SEJARAH
ANTROPOLOGI
H.
ANTROPOLOGI
MASA KINI
I.
MASA
DEPAN ANTROPOLOGI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Antropologi adalah sebuah ilmu yang
mempelajari manusia. Antropologi mempelajari tentang manusia dan segala
perilaku mereka untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia. Objek dari antropologi adalah
manusia di dalam masyarakat suku bangsa, kebudayaan dan prilakunya. Ilmu
pengetahuan antropologi memiliki tujuan untuk mempelajari manusia dalam
bermasyarakat suku bangsa, berperilaku dan berkebudayaan untuk membangun
masyarakat itu sendiri. Oleh karena itulah, antropolologi dipelajari untuk
mengetahui gejala-gejala yang membuat perubahan sifat, keteraturan kehidupan
dan sebab-sebab mengapa hal itu dapat terjadi. Kita akan memahami seberapa
besar sumbangan antropologi baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan
bermasyarakat serta bagaimana peran antropologi di masa yang akan datang.
Oleh sebab itulah kita harus membahas tentang seluk beluk
atntropologi agar kita mengerti dan paham mengapa antropologi sangat bermanfaat
bagi kehidupan manusia untuk dipelajari.
B. RUMUAN MASALAH
1. Tuliskan dekripi pengertian
Antropologi
2. Jelaskan pengertian Antropologi
3. Tuliskan definii antropologi menurut
para ahli
4. Tuliskan macam-macam cabang ilmu
antropologi
5. Sebutkan tujuan antropologi sebagai
ilmu
6. Tuliskan sajarah Antropolgi
C. TUJUAN
Berikut
makalah yang saya buat mengenai “Kajian Obejek Antopologi” agar dapat menambah WaWasan kita mengenai ANTROPOLOGI serta
dapat bermanfaat bagi teman-teman yang membacanya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI ANTROPOLOGI
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang
mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari
ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat
istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan
masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah
yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik
beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
B. PENGERTIAN ANTROPOLOGI
Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca:
anthropos) yang berarti "manusia"atau"orang",danlogosyangberarti"wacana"(dalampengertian"bernalar","berakal")
dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Anthropology.
Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus
makhluk sosial.
Antropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti
manusia pada tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang
secara tradisional memisahkan antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan
lainnya yang menekankan pada perbandingan/perbedaan budaya antar manusia.
Walaupun begitu sisi ini banyak diperdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga
metode antropologi sekarang seringkali dilakukan pada pemusatan penelitian pada
penduduk yang merupakan masyarakat tunggal.
C.
KAJIAN DALAM ANTROPOLOGI
Antropologi
adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang
budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal
dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat
istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Terbentuklah ilmu
antropologi dengan melalui beberapa fase. Antropologi lebih memusatkan pada
penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan
masyarakat yang tinggal di daerah yang sama.
Seperti ilmu-ilmu lain, Antropologi juga mempunyai
spesialisasi atau pengkhususan. Secara umum ada 3 bidang spesialisasi dari
Antropologi, yaitu Antropologi Fisik atau sering disebut juga dengan istilah
Antropologi Ragawi. Arkeologi dan Antropologi Sosial-Budaya.
1. Antropologi Fisik
Antropologi Fisik tertarik pada sisi fisik
dari manusia. Termasuk didalamnya mempelajari gen-gen yang menentukan struktur
dari tubuh manusia. Mereka melihat perkembangan mahluk manusia sejak manusia
itu mulai ada di bumi sampai manusia yang ada sekarang ini. Beberapa ahli
Antropologi Fisik menjadi terkenal dengan penemuan-penemuan fosil yang membantu
memberikan keterangan mengenai perkembangan manusia. Ahli Antropologi Fisik
yang lain menjadi terkenal karena keahlian forensiknya; mereka membantu dengan
menyampaikan pendapat mereka pada sidang-sidang pengadilan dan membantu pihak
berwenang dalam penyelidikan kasus-kasus pembunuhan.
2. Arkeologi
Ahli Arkeologi bekerja
mencari benda-benda peninggalan manusia dari masa lampau. Mereka akhirnya
banyak melakukan penggalian untuk menemukan sisa-sisa peralatan hidup atau
senjata. Benda –benda ini adalah barang
tambang mereka. Tujuannya adalah menggunakan bukti-bukti yang mereka dapatkan
untuk merekonstruksi atau membentuk kembali model-model kehidupan pada masa
lampau. Dengan melihat pada bentuk kehidupan yang direnkonstruksi tersebut
dapat dibuat dugaan-dugaan bagaimana masyarakat yang sisa-sisanya diteliti itu
hidup atau bagaimana mereka datang ketempat itu atau bahkan dengan siapa saja
mereka itu dulu berinteraksi.
3. Antropologi Sosial-Budaya
Antropologi Sosial-Budaya
atau lebih sering disebut Antropologi Budaya berhubungan dengan apa yang sering
disebut dengan Etnologi. Ilmu ini mempelajari tingkah-laku manusia, baik itu
tingkah-laku individu atau tingkah laku kelompok. Tingkah-laku yang dipelajari
disini bukan hanya kegiatan yang bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa
yang ada dalam pikiran mereka. Pada manusia, tingkah-laku ini tergantung pada
proses pembelajaran. Apa yang mereka lakukan adalah hasil dari proses belajar
yang dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya disadari atau tidak. Mereka
mempelajari bagaimana bertingkah-laku ini dengan cara mencontoh atau belajar
dari generasi diatasnya dan juga dari lingkungan alam dan sosial yang ada
disekelilingnya. Inilah yang oleh para ahli Antropologi disebut dengan
kebudayaan.
Kebudayaan dari kelompok-kelompok
manusia, baik itu kelompok kecil maupun kelompok yang sangat besar inilah yang
menjadi objek spesial dari penelitian-penelitian Antropologi Sosial Budaya.
Dalam perkembangannya Antropologi Sosial-Budaya ini memecah lagi kedalam
bentuk-bentuk spesialisasi atau pengkhususan disesuaikan dengan bidang kajian
yang dipelajari atau diteliti. Antroplogi Hukum yang mempelajari bentuk-bentuk
hukum pada kelompok-kelompok masyarakat atau Antropologi Ekonomi yang
mempelajari gejala-gejala serta bentuk-bentuk perekonomian pada
kelompok-kelompok masyarakat adalah dua contoh dari sekian banyak bentuk
spesialasi dalam Antropologi Sosial-Budaya.
Perkembangan antropologi dan sosiologi
sebagai ilmu pengetahuan, sebagian tergantung pada data yang diperoleh dari dan
mengenai informan atau responden, dan sebagian lainnya dari metode ilmiah dan
imajinasi ilmiah yang telah dikembangkannya. Data yang diperoleh digunakan
untuk pengembangan teori-teori dan pendekatan-pendekatan serta metodologi; dan
juga untuk dapat digunakan untuk kepentingan-kepentingan praktis bagi
kebijaksanaan untuk merubah cara-cara hidup tertentu dari para informan atau
responden agar sesuai dengan dan mendukung program-program pembangunan yang
telah digariskan oleh pemerintah atau untuk kepentingan praktis lainnya yang
dikelola oleh badan-badan atau yayasan-yayasan swasta domestik maupun luar
negeri.
KEBUDAYAAN
Kebudayaan sangat erat
hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski
mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan
oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk
pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang
kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi
yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink,
kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu
pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett
Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman
Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi
tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang
akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah
benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa
perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku,
bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
a) Kebudayaan dari segi peradaban
Saat ini, kebanyakan orang memahami
gagasan “budaya” yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad
ke-19. Gagasan tentang “budaya” ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan
antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka
menganggap ‘kebudayaan’ sebagai “peradaban” sebagai lawan kata dari “alam”.
Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat
diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan
lainnya.
Pada prakteknya, kata
kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang “elit” seperti misalnya
memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara
kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan
mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai contoh, jika
seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang “berkelas”, elit,
dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang
kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang
yang sudah “berkebudayaan”.
Orang yang menggunakan
kata “kebudayaan” dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis;
mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan
nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki
kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang “berkebudayaan” disebut sebagai orang
yang “tidak berkebudayaan”; bukan sebagai orang “dari kebudayaan yang lain.”
Orang yang “tidak berkebudayaan” dikatakan lebih “alam,” dan para pengamat
seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture)
untuk menekan pemikiran “manusia alami” (human nature)
Sejak abad ke-18,
beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan
tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak
berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman
sebagai perkembangan yang merusak dan “tidak alami” yang mengaburkan dan
menyimpangkan sifat dasar manusia. Dalam hal ini, musik tradisional (yang
diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan “jalan hidup
yang alami” (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran
dan kemerosotan.
Saat ini
kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan
alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan
yang sebelumnya dianggap “tidak elit” dan “kebudayaan elit” adalah sama –
masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan.
Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular
culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi
dan dikonsumsi oleh banyak orang.
Selama Era Romantis, para
cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan
nasionalisme – seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman,
dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran
Austria-Hongaria – mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam “sudut pandang
umum”. Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki
perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat
diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan
antara “berkebudayaan” dengan “tidak berkebudayaan” atau kebudayaan “primitif.”
Pada
akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan
definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan
bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah
tercipta kebudayaan.
Pada
tahun 50-an, subkebudayaan – kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari
kebudayaan induknya – mulai dijadikan subyek penelitian oleh para ahli
sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan –
perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.
Teori-teori
yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari
stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran
bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
B.
KETERKAITAN ANTROPOLOGI DENGAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan akan selalu
terkait pada apa yang dipelajari dalam antropologi. Hal ini dikarenakan
kebudayaan merupakan hasil dari cipta, rasa, dan karsa dari manusia yang hidup
dalam sebuah masyarakat, dimana antropologi sendiri mempelajari hal itu. Serta
kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan belajar. Hal tersebut berarti, hampir seluruh tindakan manusia adalah
“Kebudayaan” karena hanya amat sedikit tindakan manusia dalam kehidupan
masyarakat yang tak perlu di biasakannya dengan belajar, yaitu hanya beberapa
tindakan naluri beberapa reflex, beberapa tindakan akibat proses fisiologi atau
kelakuan apabila ia sedang membabi buta.
Kebudayaan itu sendiri sangat unik sehingga
kebudayaan masih dibagi lagi menjadi beberapa klasifikasi yang sangat menarik
untuk di pelajari dalam antropologi. seperti pada adat istiadatnya, hasil
kesenianya yang berupa benda kerajinan, tari-tariannya, dan pola perilaku kebiasaan
masyarakat. Ilmu antropologi memang telah mengembangkan beberapa konsep yang
dapat dipakai untuk memahami berbagai macam kaitan antara berbagai unsur kecil
dalam suatu kebudayaan.
Para ahli antropologi tentu sudah sejak lama
mengetahui akan adanya integrasi atau jaringan berkait antara unsur- unsur
kebudayaan itu, namun kesadaran akan perlunya masalah integrasi kebudayaan itu
dipelajari secara mendalam, baru setelah tahun 1920 timbul dan baru sesudah
waktu itu masalah integrasi menjadi bahan diskusi dalam teori. pada waktu itu
timbul beberapa konsep untuk menganalisis masalah integrasi kebudayaan, yaitu
pikiran kolektif, fungsi unsur- unsur kebudayaan, focus kebudayaan, etos
kebudayaan, dan kepribadian umum
D. Definisi Antropologi menurut para ahli
Definisi tentang antropologi banyak dikemukakan oleh
orang-orang yang mempelajari antropologi. Menurut Kartika S. Hardjanti (Materi
Ajaran Antropologi pada Suspan Sesko Angkatan tahun 2007), antara lain :
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha
menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta
untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
2. David Hunter
Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang
tidak terbatas tentang umat manusia.
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada
umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
4. Ralfh L Beals dan Harry
Hoijen : 1954: 2
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan semua
apa yang dikerjakannya.
Dari definisi-definisi tersebut, dapat disusun pengertian
sederhana antropologi, yaitu sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi
keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berprilaku,
tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu
dengan yang lainnya berbeda-beda. Dengan, demikain antropologi merupakan hal
yang mempelajari seluk-beluk yang terjadi dalam kehidupan manusia.Dapat dilihat
dari perkembang pada masa saat ini, yang merupakan salah dari fenomena-
fenomena yang terjadi ditengah- tengah masyarakat sekarang ini.
E.
Objek, Tujuan dan Cabang Ilmu Antropologi
Objek dari antropologi menurut Kartika S. Hardjanti
(Materi Ajaran Antropologi pada Suspan Sesko Angkatan tahun 2007) adalah
manusia di dalam masyarakat suku bangsa, kebudayaan dan prilakunya. Ilmu
pengetahuan antropologi memiliki tujuan untuk mempelajari manusia dalam
bermasyarakat suku bangsa, berperilaku dan berkebudayaan untuk membangun
masyarakat itu sendiri.
Antropologi secara etimologis berasal dari bahasa
Yunani. Kata Anthropos berarti mansia dan logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi,
antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia. Hal ini sesuai dengan
definisi yang diberikan oleh M.J. Herskovits (1955). Dia mengatakan bahwa
anthropology is the science of man.
Pusat perhatian/tujuan antropologi ditujukan pada
lima hal berikut ini :
a. Masalah perkembangan
manusia sebagai mahluk biologis.
b. Masalah sejarah terjadinya
aneka warna mahluk manusia dipandang dari sudut cirri-ciri tubuhnya.
c. Masalah sejarah asal,
perkembangan, serta penyebaran berbagai macam bahasa di seluruh dunia.
d. Masalah persebaran dari
terjadinya aneka warna kebudayaan manusia di seluruh dunia.
e. Masalah dasar dan
aneka warna kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat dan suku-suku bangsa
yang tersebar di seluruh bumi pada zaman sekarang.
Macam-macam jenis cabang disiplin
ilmu anak turunan antropologi (Koentjaraningrat: 1981 hal. 25) :
1.
Antropologi Fisik
a. Paleoantrologi adalah
bagian dari antropologi fisik yang menelaah tentang asal usul atau terjadinya
dan perkembangan mahkluk manusia. Obyek penelitiannya adalah fosil manusia
(sisa-sisa tubuh manusia yang telah membatu) yang terdapat dalam
lapisan-lapisan bumi.
b. Somatologi adalah bagian
dari antropologi fisik yang menelaah tentang variasi atau keanekaragaman ras
manusia melalui cirri-ciri tubuh manusia secara keseluruhan (ciri-ciri genotipe
dan fenotipe)
2.
Antropologi Budaya
a. Prehistori adalah
yang mempelajari tentang sejarah manusia dan penyebarannya melalui obyek
penelitian artefak (benda-benda peninggalan).
b. Etnolinguistik antrologi
adalah yang mempelajari timbulnya bahasa, bagaimana terjadinya variasi dalam
bahasa serta penyebaran bahasa umat manusia di dunia.
c. Etnologi adalah ilmu
yang mempelajari asas-asas manusia dengan meneliti seperangkat pola kebudayaan
suatu suku bangsa yang menyebar di seluruh dunia. Obyek penelitiannya adalah
pola kelakuan masyarakat ( adat istiadat, kekerabatan, kesenian, dsb) serta
dinamika kebudayaan ( perubahan, pelembagaan dan interaksi).
d. Etnopsikologi adalah ilmu
yang mempelajari kepribadian bangsa serta peranan individu pada bangsa dalam
proses perubahan adat istiadat dan nilai universal dengan berpegang pada konsep
psikologi.
e. Antropologi sosial
adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat manusia. Antropologi social
sering kali disebut antropologi social budaya karena masyarakat dan budaya
merupakan satu kesatuan system yang tidak terpisahkan.
Dalam perkembangan selanjutnya, antropologi sosial budaya
bergerak pula di bidang kependudukan, pendidikan, kesehatan, hukum, politik,
dsb. Sehingga berkembanglah antropologi spesialisasi yang pada
aplikasinya memunculkan antropologi terapan. Antropologi Terapan adalah
antropologi yang langsung diaplikasikan karena dibutuhkan untuk keperluan
tertentu.
Secara akademis, Antropologi berusaha mencapai sebuah
pemahaman tentang manusia secara fisik, manusia dalam masyarakatnya, dan
manusia dengan kebudayaannya. Secara praktis, Antropologi berusaha membangun
suatu pandangan bahwa perbedaan manusia dan kebudayaannya merupakan suatu hal
yang harus dapat diterima, bukan sebagai sumber konflik tetapi sebagai sumber
pemahaman baru, agar secara terus-menerus manusia dapat merefleksikan dirinya.
Secara praktis, kajian ilmu Antropologi dapat digunakan untuk membangun
masyarakat dan kebudayaannya tanpa harus membuat masyarakat dan kebudayaan itu,
kehilangan identitas atau tersingkir dari peradaban.
G. Sejarah Atropologi
Seperti halnya sosiologi, antropologi sebagai sebuah ilmu
juga mengalami tahapan-tahapan dalam perkembangannya.
Koentjaraninggrat menyusun perkembangan ilmu Antropologi
menjadi empat fase sebagai berikut:
1. Fase Pertama (Sebelum tahun
1800-an)
Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika,
Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka
banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah
petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun
jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan
suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut.
Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal
dengan bahan etnografi atau deskripsi tentang
bangsa-bangsa.
Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di
Eropa. Kemudian, pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap
bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat
besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan
bahan etnografi.
2. Fase Kedua (tahun 1800-an)
Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun
menjadi karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu.
masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka
waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai
bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap
Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya
Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat dan
kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang
tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
3. Fase Ketiga (awal abad
ke-20)
Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba
membangun koloni di benua lain seperti Asia,
Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut,
muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan,
cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam
menghadapinya, pemerintahan kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari
kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai
mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa,
mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.
4. Fase Keempat (setelah tahun
1930-an)
Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan
suku bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh
kebudayaan bangsa Eropa.
Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini membawa banyak
perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar negara-negara di
dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan,
kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung.
Namun pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa
untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut
berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap
bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun.
H. ANTROPOLOGI MASA KINI
Pebedaan-Perbedaan di Berbagai Pusat Ilmiah. Uraian mengenai
keempat fase perkembangan ilmu antropologi di atas tadi adalah perlu untuk
suatu pengertian tentang tujuan dan ruang-lingkupnya.
Antropologi di Amerika Serikat ilmu antropologi telah
memakai dan mengintegrasikan seluruh warisan bahan dan metode dari ilmu
antropologi dalam fasenya yang pertama, kedua, ketiga, ditambah dengan berbagai
spesialisasi.
Antropologi di Inggris serta negara-negara yang ada di bawah
pengaruhnya, seperti Australia, Ilmu antropologi dalam fase perkembangannya
yang ketiga masih dilakukan, tetapi dengan hilangnya daerah-daerah jajahan
Inggris.
Antropologi di Eropa Tengah seperti Jerman, Austria dan
swiss, hingga hanya kira-kira 15 tahun yang lalu ilmu antropologi di sana masih
bertujuan mempelajari bangsa-bangsa di luar Eropa untuk mencapai pengertian
tentang sejarah.
Antropologi di Eropa Utara, di negara-negara Skandinavia,
ilmu antropologi untuk sebagian bersifat akademikal seperti di Jerman dan
Austria.
Antropologi di Uni Soviet perkembangan ilmu antropologi
tidak banyak dikenal di pusat-pusat ilmiah lain di dunia, karena Uni Soviet
hingga kira-kira sekitar tahun 1960 memang seolah-olah mengisolasikan diri dari
dunia lainnya.
I. MASA DEPAN ANTROPOLOGI
Setiap kajian antropologi yang pernah dilakukan selalu
berusaha untuk memahami kebudayaan dari masyarakat yang dipelajarinya. Oleh
karena itu, dalam antropologi, kebudayaan merupakan konsep sentral. Hanya dalam
perkembangannya, kini konsep kebudayaan tidak sekedar merupakan alat untuk
mendeskripsikan atau alat untuk mengumpulkan data-data kebudayaan tetapi lebih
ke arah sebagai “alat analisis”.
Konsep yang mendasar dalam hal ini adalah “kebudayaan” dan
“adaptasi”. Dalam hal ini, adaptasi adalah berkenaan dengan bagaimana manusia
mengatur hidupnya untuk menghadapi berbagai kemungkinan di dalam kehidupan
sehari-hari. Kebutuhan-kebutuhan dan hambatan-hambatan dalam memenuhinya
menuntut manusia untuk beradaptasi. Manusia harus mampu memelihara keseimbangan
yang terus-menerus berubah antara kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan potensi yang
terdapat di lingkungan di mana dia tinggal dan hidup. Menghadapi berbagai
kemungkinan tersebut dalam menjalani hidup inilah yang menjadi tugas utama
sebuah “kebudayaan”.
Kebudayaan memang tampaknya sangat stabil. Namun,
sebenarnya, sedikit atau banyak, perubahan merupakan karakteristik utama dari
semua kebudayaan. Baik itu kebudayaan dari masyarakat maju, maupun kebudayaan
dari masyarakat yang sedang berkembang atau masyarakat tradisional. Selain itu,
karena kebudayaan mempunyai tugas utama untuk membuat manusia sanggup
menghadapi berbagai kemungkinan yang terus menerus berubah dalam menjalani
hidup ini maka semua masyarakat manusia yang masih eksis di muka bumi ini
mempunyai kebudayaan tanpa kecuali. Di samping itu, sudah selayaknya bila
dikatakan bahwa kebudayaan tertentu adalah yang paling sesuai bagi masyarakat
pendukungnya. Oleh karena itu pula tidak ada kebudayaan yang lebih tinggi atau
lebih baik dari kebudayaan lainnya.
Sementara itu, sebuah kebudayaan juga perlu memelihara
eksistensi dirinya. Kebudayaan, dalam menjaga keberlangsungannya adalah dengan
cara menciptakan tradisi-tradisi, seperti yang terdapat pada berbagai
pranata-pranata sosial yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan. Dengan kata
lain, kebudayaan mengoperasionalkan model-model pengetahuan yang dimilikinya ke
dalam pranata-pranata sosial. Ada pranata perkawinan, pranata agama, pranata
pendidikan, pranata politik dan sebagainya.
Sedangkan hubungannya dengan “struktur sosial”,
pranata-pranata sosial ini berfungsi sebagai pengontrol dalam menjaga
keberlangsungan struktur-struktur sosial yang bersumber pada kebudayaan. Selain
itu, kebudayaan memberi ‘warna’ atau ‘karakter’ terhadap struktur-struktur
sosial yang ada sehingga struktur-struktur sosial yang terdapat pada kebudayaan
tertentu akan tampak ‘khas’ bila dibandingkan dengan struktur-struktur sosial
yang terdapat pada kebudayaan yang berbeda. Dengan demikian, struktur sosial
merupakan ‘operasionalisasi’ dari pranata-pranata sosial – yang telah
disesuaikan dengan lingkungan-lingkungan sosial yang ada dalam kehidupan nyata
pendukung kebudayaan yang bersangkutan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. Antropologi berasal dari
kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos
yang berarti "wacana" (dalam pengertian
"bernalar", "berakal"). Antropologi mempelajari manusia
sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.
2. Menurut Koentjayaningrat, antropologi adalah ilmu yang
mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
3. Pusat perhatian/tujuan
antropologi ditujukan pada lima hal, yaitu : masalah perkembangan manusia
sebagai mahluk biologis, masalah sejarah terjadinya aneka warna mahluk
manusia dipandang dari sudut cirri-ciri tubuhnya, masalah sejarah asal,
perkembangan, serta penyebaran berbagai macam bahasa di seluruh dunia, masalah
persebaran dari terjadinya aneka warna kebudayaan manusia di seluruh dunia, masalah
dasar dan aneka warna kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat dan
suku-suku bangsa yang tersebar di seluruh bumi pada zaman sekarang.
4. Macam-macam jenis cabang
disiplin ilmu anak turunan antropologi (Koentjaraningrat: 1981 hal. 25), yaitu
: antropologi fisik, antropologi budaya dan antropologi spesialisasi.
DAFTAR PUSTAKA
——-, 1998.Pengantar Antropologi II, Pokok Pokok Etnografi.
Jakarta : Rineka Cipta
Haviland, William, A.Antropologi, Jilid 1,
terjemahan. Jakarta: Erlangga
Ihromi, T.O., 1980. Pokok-Pokok Antropolog. Jakarta :
PT Gramedia
Koentjaraningrat.
1996. Pengantar Antropologi. Jakarta : PT Rineka Cipta
Koentjaraningrat.1980.Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta:
Aksara Baru
Koentjaraningrat.1990.Pengantar Ilmu Antropologi.
Jakarta : Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar