Senin, 26 Oktober 2015

KATA KATA INSPIRASI PENDAKI GUNUNG

sebelumnya saya mengucapkan salam PENDAKI GUNUNG

BY_ZAINUDDIN 


 


"Happiness only real when shared." 
Christopher McCandless
"Kebahagiaan menjadi nyata hanya ketika kita berbagi." 


"It is not the mountain we conquer but ourselves." 
Edmund Hillary 
"Bukan gunung yang kita taklukkan, melainkan diri kita sendiri."


"It’s always further than it looks. It’s always taller than it looks. And it’s always harder than it looks."
3 Rule of Mountaineering 
"Selalu lebih jauh, lebih tinggi, dan lebih sulit dari yang terlihat."


"Each fresh peak ascended teaches something." 
Sir Martin Convay
"Setiap puncak yang baru didaki selalu mengajarkan sesuatu."


"Jangan mengambil apapun selain gambar, jangan meninggalkan apapun selain jejak, jangan membunuh apapun selain waktu." 
Anonymous


 "It was our preparation, knowledge and experience that kept us alive." 
Rachel Kelsey
 "Adalah persiapan, pengetahuan, dan pengalaman yang membuat kita tetap hidup."


"There can be no happiness if the things we believe in are different from the things we do." 
Freya Stark
"Tidak ada kebahagiaan, jika apa yang kita percaya berbeda dengan apa yang kita lakukan."
"If you are seeking creative ideas, go out walking. Angels whisper to a man when he goes for a walk." 
Raymond Inmon
"Jika kamu sedang mencari ide kreatif, keluarlah dan berjalan kaki. Malaikat berbisik kepada manusia, ketika dia pergi untuk berjalan kaki."


"The experienced mountain climber is not intimidated by a mountain, he is inspired by it." 
William Artur Ward
"Pendaki berpengalaman tidak terintimidasi oleh gunung, namun terinspirasi."


"You need special shoes for hiking, and a bit of a special soul as well." 
Terri Guillemets 
"Kamu butuh sepatu spesial untuk mendaki, dan juga jiwa yang spesial."


"Somewhere between the bottom of the climb and the summit is the answer to the mystery why we climb." 
Greg Child
"Suatu tempat antara wilayah bawah pendakian dan puncak adalah jawaban atas misteri mengapa kita mendaki."


"Study nature, love nature, stay close to nature. It will never fail you." 
Frank Lloyd Wright
"Belajar tentang alam, mencintai alam, dan tetap dekat dengan alam. Hal itu tak akan membuat kamu gagal."


"Earth provides enough to satisfy every man’s need, but not every man’s greed." 
Mohandas Gandhi
"Bumi menyediakan cukup sumber daya untuk memuaskan setiap kebutuhan manusia, namun tidak untuk setiap keserakahan manusia."


"Now I see the secret of making the best person, it is to grow in the open air and to eat and sleep with the earth."
Walt Whitman
"Sekarang saya tahu rahasia membentuk manusia terbaik, yakni dengan tumbuh di alam terbuka, serta makan dan tidur bersama alam."


"Wilderness is not a luxury but a necessity of the human spirit, and as vital to our lives as water and good bread." 
Edward Abbey
"Alam raya bukanlah sebuah kemewahan, melainkan suatu kebutuhan bagi jiwa manusia, dan itu sama pentingnya dengan kebutuhan air dan makanan yang baik bagi tubuh kita."


Itulah beberapa kutipan kata-kata pendaki gunung yang sangat menginspirasi kehidupan. Kutipan pertama dari Chris McCandless bisa anda lihat di film yang sangat menginspirasi tentang kisah hidup beliau, yang berjudul Into the Wild. Jika ada kesalahan dalam penerjemahan kata-kata tersebut, mohon dimaafkan, dan silahkan memberikan koreksi dan tambahan pada kolom komentar. Semoga bermanfaat, salam lestari!

Pejabat Lupa INDONESIA

Resensi ini dimuat di Harian Haluan Tanggal 13 Januari 2013
Judul Buku : Lupa Endonesa Penulis         : Sujiwo Tejo Penerbit      : PT. Bentang Pustaka Cetakan       : Pertama, tahun 2012 Tebal            : 218 Halaman
Sujiwo Tejo. Siapa yang tak kenal dengan “DalangEdan” yang satu ini. Seniman eksentrik sekaligus wartawan senior asal Jember lulusan ITB yang selalu menuturkan sudut pandangnya terhadap berbagai polemik bangsa Indonesia dengan caranya yang terkesan nyeleneh, tapi menohok. Bahkan, ketika menjadi dalang dalam pertunjukan wayang, dia kerap kali membawakan cerita yang dibuatnya sendiri. Cerita-ceritanya dibuat berdasarkan keadaan sosial yang sedang hangat diperbincangkan di negeri ini. Begitu pula dengan tulisan-tulisannya yang masih bisa dibaca di beberapa media Nasional.
Tak berbeda dengan tulisan-tulisan Jiwo yang lain, dalam buku terbarunya yang berjudul Lupa Indonesa terbitan Bentang Pustaka, Jiwo masih saja memberikan kritik secara terbuka dengan bahasa humor satir sampai sarkartis tentang korupsi hingga perilaku pejabat negeri ini. Kritikan yang diceritakan dengan gaya bahasa yang lugas dan penuh sindiran ini ternyata dapat menghasilkan karya yang layak untuk dinikmati dan direnungi. Ia juga menuliskan beragam kisah tentang orang-orang yang menurutnya telah melupakan identitas mereka sebagai bangsa Indonesia. Bahkan, Dahlan Iskan, dalam pengantar buku ini mengatakan bahwa tulisan Jiwo memang kurang ajar. Meski terkesan ngawur, berbagai pemikirannya itu terbilang sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia. Kemampuan Jiwo dalam mengkritisi segala persoalan sosial dan politik yang sedang terjadi dengan bungkus humor yang sarkartis namun cerdas, tak bisa disepelekan begitu saja. Di tulisan dan cerita wayangnya, segala masalah bangsa ini ditelanjangi habis-habisan, disuguhkan dalam bentuk humor cerdas yang menggelitik rasa ingin tahu siapa saja. Tak hanya itu, sindiran-sindirannya juga mampu membuka mata dan pikiran masyarakat tentang apa yang terjadi di negeri ini. Dan tentu saja semua itu dilakukannya tanpa ada rasa bersalah atau takut ke berbagai pihak yang “tertusuk” kritiknya. Buku setebal 218 halaman ini merupakan kumpulan tulisan Sujiwo Tejo bertajuk “Wayang Durangpo” yang terbit setiap hari Minggu di harian Jawa Pos. “Durangpo” adalah akronim dari “Nglindur Bareng Ponokawan”. Nglindur (bahasa Jawa) artinya mengigau. Sedangkan Ponokawan adalah para abdi raja dalam cerita pewayangan, yang terdiri dari: Semar, Gareng, Petruk, Bagong, Togog, Mbilung, Cangik dan Limbuk. Dalam pengantar buku ini, Sujiwo Tejo menyebutkan bahwa saat mengingau, apa saja menjadi tak mustahil terkatakan. Karena, saat seseorang mengigau yang diomongkan memang sekena-kenanya, tak ada yang salah, tak berpedoman, juga tanpa aturan dan batasan. Melalui para Ponokawan inilah Sujiwo mencoba membedah berbagai persoalan dalam alur cerita wayang khas miliknya. Dalam buku yang terbagi atas 6 tema besar (Cinta Tanah Air, Dasar Manusia, Lupa-Lupa Ingat, Fulus Oh Fulus, Kecanduan Berharap dan Negeri Mimpi) ini Jiwo memaparkan pikiran-pikiran ngawurnya yang ternyata menggunah nurani. Sebut saja ketika Jiwo membuat cerita tentang banyaknya pejabat bejat ketika menjabat dalam Lakone Hanoman Ambasador (hlm 42-48). Lewat tiga tokoh utama dalam pewayangan, yakni Hanoman, Limbuk, dan Cangik, Jiwo berhasil menampilkan alur cerita yang sepertinya nyeleneh tapi sangkil. Melalui cerita versi pewayangan itu, Jiwo dengan lepas dan tanpa takut menyampaikan sumpah serapahnya terhadap pejabat korup yang memandang sebuah jabatan sebagai kondisi yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, bukan sebagai bentuk pengabdian kepada rakyatnya. Cerita ini ternyata tak hanya memberikan kritikan yang dibumbui humor satir, namun juga bisa dijumpai berbagai mutiara kearifan yang bersumber dari nilai filosofi kehidupan. Contohnya dalam deskripsi tokoh Hanoman. Meskipun Hanoman itu berwujud monyet, namun hatinya tak ubahnya dengan hati manusia. Jadi, “kemanusiaan” seseorang tak tergantung bagaimana wujudnya, namun tergantung esensinya. Sesuatu yang tak berwujud manusia bisa saja disebut manusia karena punya esensi “kemanusiaan” seperti Hanoman itu. Bukan hanya filosofi kehidupan, tulisan-tulisan Jiwo di buku ini juga menyiratkan tentang nilai-nilai agama. Contohnya pada lakon Lupa Endonesia (2-7), dalam dialog antara Dewi Sariwati dengan Gareng (suaminya), sang Dewi bertutur, “Ibadah sembahyang itu tidak untuk dipamer-pamerkan, yang penting niatnya”. Kemudian Gareng mengatakan bahwa, “Intinya, bagaimana sembahyang itu bisa mendorong seluruh hatimu untuk menolong orang lain. Itulah inti pergi ke masjid, gereja, vihara, kuil, dan sebagainya. Kalau sebagian besar warga sembahyangnya bener, artinya bergairah bantu-membantu, jutaan penganggur itu akan dapat ojir untuk membuka lapangan kerja sendiri”. Disini Jiwo mencoba menanamkan bahwa jika masyarakat sembahyangnya benar maka perilakunya juga ikut benar. Begitu juga sebaliknya. Terlepas dari kekurangan yang ada, seperti pemberian judul setiap cerita dalam bukunya yang terkesan dipaksakan, Jiwo telah berhasil menanamkan pemikiran-pemikirannya tentang persoalan yang dialami bangsa ini dan bagaimana cara kita menyingkapinya. Bukan dengan apatis dan melupakan segala permasalahan bangsa, tetapi setidaknya berani mempertanyakan berbagai peristiwa tak pantas yang anehnya dianggap wajar oleh banyak orang.


BY ZAINUDDIN

Frontal Nusuk Untuk Pejabat

  • by Zainuddin

Dia bahagia...
Dia bisa tertawa...
Dan dia bangga...

Dengan hasil uang yang bukan haknya,
Gaya hidupnya berfoya-foya,
Hidupnya berkelimang harta,
Bisa pergi kemana saja,
Tapi menutup mata ketika rakyat sengsara,

Ini Negar Indonesia,
Negara berideologi Pancasila,
Tapi mengapa...?

Masih banyak orang seperti dya,
Ini bukti nyata,
Terjadi di Indonesia,
Bahwa ideologi Pancasila,
Hanya diucap dimulutnya saja...!

Dia jelas salah dan menjadi tersangka,
Tapi benarkan dia dihukum dan dipenjara ?
Penjara kok fasilitas hotelbintang lima,
Dimana letak hukumnya ?(By:Deni.D.K)

Minggu, 25 Oktober 2015

objek kajian antropologi




















KATA PENGANTAR
            Puji syukur kita panjatkan yang sedalam-dalamnya kepada Allah S.W.T atas segala Rahmat dan Taufik-Nya yang diberikan kepada kita sekalian, sehingga tugas makalah ini dapat diselesaikan. Makalah tentang objek kajian antropologi ini disusun guna untuk membuka cakrawala berfikir kita dan untuk menambah pengetahuan kita khususnya pada mata kuliah pengantar antropologi
           Di samping itu, makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya konstribusi dan pemikiran dari teman-teman serta dari dosen pembimbing. Dan kami harapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan teman-teman, dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
           Kepada semua pihak yang telah berperan aktif dalam penyelesaian tugas makalah tentang objek kajian antropologi ini saya ucapkan terima kasih.
           Akhir kata, apabila ada kekurangan dan kekeliruan di dalam makalah ini. Maka saya memohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberkati kita semua. Amin.

                                                                                                                Makassar,28,Oktober,2015
               
                                                                                                                           Penyusun





DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
B.     RUMUSAN MASALAH
C.    TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A.    DESKRIPSI ANTROPOLOGI
B.     PENGERTIAN ANTROPOLOGI
C.    KAJIAN DALAM ANTROPOLOGI
D.    DEFINISI ANTROPOLOGI MENURUT PARA AHLI
E.     OBJEK, TUJUAN, DAN CABANG ILMU ANTROPOLOGI
F.     TUJUAN ANTROPOLOGI SEBAGAI ILMU
G.    SEJARAH ANTROPOLOGI
H.    ANTROPOLOGI MASA KINI
I.       MASA DEPAN ANTROPOLOGI












BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Antropologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari manusia. Antropologi mempelajari tentang manusia dan segala perilaku mereka untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia. Objek dari antropologi adalah manusia di dalam masyarakat suku bangsa, kebudayaan dan prilakunya. Ilmu pengetahuan antropologi memiliki tujuan untuk mempelajari manusia dalam bermasyarakat suku bangsa, berperilaku dan berkebudayaan untuk membangun masyarakat itu sendiri. Oleh karena itulah, antropolologi dipelajari untuk mengetahui gejala-gejala yang membuat perubahan sifat, keteraturan kehidupan dan sebab-sebab mengapa hal itu dapat terjadi. Kita akan memahami seberapa besar sumbangan antropologi baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat serta bagaimana peran antropologi di masa yang akan datang.
Oleh sebab itulah kita harus membahas tentang seluk beluk atntropologi agar kita mengerti dan paham mengapa antropologi sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia untuk dipelajari.
B.      RUMUAN MASALAH
1.      Tuliskan dekripi pengertian Antropologi
2.      Jelaskan pengertian Antropologi
3.      Tuliskan definii antropologi menurut para ahli
4.      Tuliskan macam-macam cabang ilmu antropologi
5.      Sebutkan tujuan antropologi sebagai ilmu
6.      Tuliskan sajarah Antropolgi

C.    TUJUAN
Berikut makalah yang saya buat mengenai “Kajian Obejek Antopologi” agar dapat menambah WaWasan kita mengenai ANTROPOLOGI serta dapat bermanfaat bagi teman-teman yang membacanya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    DESKRIPSI  ANTROPOLOGI
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
B.     PENGERTIAN ANTROPOLOGI
Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "manusia"atau"orang",danlogosyangberarti"wacana"(dalampengertian"bernalar","berakal") dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Anthropology.
Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.
Antropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional memisahkan antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan pada perbandingan/perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak diperdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga metode antropologi sekarang seringkali dilakukan pada pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal.



C.      KAJIAN DALAM ANTROPOLOGI
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Terbentuklah ilmu antropologi dengan melalui beberapa fase. Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal di daerah yang sama.
           Seperti ilmu-ilmu lain, Antropologi juga mempunyai spesialisasi atau pengkhususan. Secara umum ada 3 bidang spesialisasi dari Antropologi, yaitu Antropologi Fisik atau sering disebut juga dengan istilah Antropologi Ragawi. Arkeologi dan Antropologi Sosial-Budaya.

1. Antropologi Fisik

 Antropologi Fisik tertarik pada sisi fisik dari manusia. Termasuk didalamnya mempelajari gen-gen yang menentukan struktur dari tubuh manusia. Mereka melihat perkembangan mahluk manusia sejak manusia itu mulai ada di bumi sampai manusia yang ada sekarang ini. Beberapa ahli Antropologi Fisik menjadi terkenal dengan penemuan-penemuan fosil yang membantu memberikan keterangan mengenai perkembangan manusia. Ahli Antropologi Fisik yang lain menjadi terkenal karena keahlian forensiknya; mereka membantu dengan menyampaikan pendapat mereka pada sidang-sidang pengadilan dan membantu pihak berwenang dalam penyelidikan kasus-kasus pembunuhan.

2. Arkeologi

Ahli Arkeologi bekerja mencari benda-benda peninggalan manusia dari masa lampau. Mereka akhirnya banyak melakukan penggalian untuk menemukan sisa-sisa peralatan hidup atau senjata.  Benda –benda ini adalah barang tambang mereka. Tujuannya adalah menggunakan bukti-bukti yang mereka dapatkan untuk merekonstruksi atau membentuk kembali model-model kehidupan pada masa lampau. Dengan melihat pada bentuk kehidupan yang direnkonstruksi tersebut dapat dibuat dugaan-dugaan bagaimana masyarakat yang sisa-sisanya diteliti itu hidup atau bagaimana mereka datang ketempat itu atau bahkan dengan siapa saja mereka itu dulu berinteraksi.

3. Antropologi Sosial-Budaya

Antropologi Sosial-Budaya atau lebih sering disebut Antropologi Budaya berhubungan dengan apa yang sering disebut dengan Etnologi. Ilmu ini mempelajari tingkah-laku manusia, baik itu tingkah-laku individu atau tingkah laku kelompok. Tingkah-laku yang dipelajari disini bukan hanya kegiatan yang bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa yang ada dalam pikiran mereka. Pada manusia, tingkah-laku ini tergantung pada proses pembelajaran. Apa yang mereka lakukan adalah hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya disadari atau tidak. Mereka mempelajari bagaimana bertingkah-laku ini dengan cara mencontoh atau belajar dari generasi diatasnya dan juga dari lingkungan alam dan sosial yang ada disekelilingnya. Inilah yang oleh para ahli Antropologi disebut dengan kebudayaan.
Kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia, baik itu kelompok kecil maupun kelompok yang sangat besar inilah yang menjadi objek spesial dari penelitian-penelitian Antropologi Sosial Budaya. Dalam perkembangannya Antropologi Sosial-Budaya ini memecah lagi kedalam bentuk-bentuk spesialisasi atau pengkhususan disesuaikan dengan bidang kajian yang dipelajari atau diteliti. Antroplogi Hukum yang mempelajari bentuk-bentuk hukum pada kelompok-kelompok masyarakat atau Antropologi Ekonomi yang mempelajari gejala-gejala serta bentuk-bentuk perekonomian pada kelompok-kelompok masyarakat adalah dua contoh dari sekian banyak bentuk spesialasi dalam Antropologi Sosial-Budaya.
Perkembangan antropologi dan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, sebagian tergantung pada data yang diperoleh dari dan mengenai informan atau responden, dan sebagian lainnya dari metode ilmiah dan imajinasi ilmiah yang telah dikembangkannya. Data yang diperoleh digunakan untuk pengembangan teori-teori dan pendekatan-pendekatan serta metodologi; dan juga untuk dapat digunakan untuk kepentingan-kepentingan praktis bagi kebijaksanaan untuk merubah cara-cara hidup tertentu dari para informan atau responden agar sesuai dengan dan mendukung program-program pembangunan yang telah digariskan oleh pemerintah atau untuk kepentingan praktis lainnya yang dikelola oleh badan-badan atau yayasan-yayasan swasta domestik maupun luar negeri.
       KEBUDAYAAN
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
A. CARA PANDANG TERHADAP KEBUDAYAAN
a)      Kebudayaan dari segi peradaban
Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan “budaya” yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang “budaya” ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka menganggap ‘kebudayaan’ sebagai “peradaban” sebagai lawan kata dari “alam”. Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang “elit” seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang “berkelas”, elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah “berkebudayaan”.
Orang yang menggunakan kata “kebudayaan” dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang “berkebudayaan” disebut sebagai orang yang “tidak berkebudayaan”; bukan sebagai orang “dari kebudayaan yang lain.” Orang yang “tidak berkebudayaan” dikatakan lebih “alam,” dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran “manusia alami” (human nature)
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan “tidak alami” yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar manusia. Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan “jalan hidup yang alami” (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap “tidak elit” dan “kebudayaan elit” adalah sama – masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan. Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
b.)        Kebudayaan sebagai “sudut pandang umum”
Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme – seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria – mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam “sudut pandang umum”. Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara “berkebudayaan” dengan “tidak berkebudayaan” atau kebudayaan “primitif.”
Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.
Pada tahun 50-an, subkebudayaan – kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari kebudayaan induknya – mulai dijadikan subyek penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan – perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.
c.)        Kebudayaan sebagai Mekanisme Stabilisasi
Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.

B.     KETERKAITAN ANTROPOLOGI DENGAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan akan selalu terkait pada apa yang dipelajari dalam antropologi. Hal ini dikarenakan kebudayaan merupakan hasil dari cipta, rasa, dan karsa dari manusia yang hidup dalam sebuah masyarakat, dimana antropologi sendiri mempelajari hal itu. Serta kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Hal tersebut berarti, hampir seluruh tindakan manusia adalah “Kebudayaan” karena hanya amat sedikit tindakan manusia dalam kehidupan masyarakat yang tak perlu di biasakannya dengan belajar, yaitu hanya beberapa tindakan naluri beberapa reflex, beberapa tindakan akibat proses fisiologi atau kelakuan apabila ia sedang membabi buta.
   Kebudayaan itu sendiri sangat unik sehingga kebudayaan masih dibagi lagi menjadi beberapa klasifikasi yang sangat menarik untuk di pelajari dalam antropologi. seperti pada adat istiadatnya, hasil kesenianya yang berupa benda kerajinan, tari-tariannya, dan pola perilaku kebiasaan masyarakat. Ilmu antropologi memang telah mengembangkan beberapa konsep yang dapat dipakai untuk memahami berbagai macam kaitan antara berbagai unsur kecil dalam suatu kebudayaan.
 Para ahli antropologi tentu sudah sejak lama mengetahui akan adanya integrasi atau jaringan berkait antara unsur- unsur kebudayaan itu, namun kesadaran akan perlunya masalah integrasi kebudayaan itu dipelajari secara mendalam, baru setelah tahun 1920 timbul dan baru sesudah waktu itu masalah integrasi menjadi bahan diskusi dalam teori. pada waktu itu timbul beberapa konsep untuk menganalisis masalah integrasi kebudayaan, yaitu pikiran kolektif, fungsi unsur- unsur kebudayaan, focus kebudayaan, etos kebudayaan, dan kepribadian umum

D.    Definisi Antropologi menurut para ahli
Definisi tentang antropologi banyak dikemukakan oleh orang-orang yang mempelajari antropologi. Menurut Kartika S. Hardjanti (Materi Ajaran Antropologi pada Suspan Sesko Angkatan tahun 2007), antara lain :
1.      William A. Havilland
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
2.      David Hunter
Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia.
3.      Koentjayaningrat
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
4.      Ralfh L Beals dan Harry Hoijen : 1954: 2
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan semua apa yang dikerjakannya.
Dari definisi-definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi, yaitu sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Dengan, demikain antropologi merupakan hal yang mempelajari seluk-beluk yang terjadi dalam kehidupan manusia.Dapat dilihat dari perkembang pada masa saat ini, yang merupakan salah dari fenomena- fenomena yang terjadi ditengah- tengah masyarakat sekarang ini.

E.    Objek, Tujuan dan Cabang Ilmu Antropologi
Objek dari antropologi menurut Kartika S. Hardjanti (Materi Ajaran Antropologi pada Suspan Sesko Angkatan tahun 2007) adalah manusia di dalam masyarakat suku bangsa, kebudayaan dan prilakunya. Ilmu pengetahuan antropologi memiliki tujuan untuk mempelajari manusia dalam bermasyarakat suku bangsa, berperilaku dan berkebudayaan untuk membangun masyarakat itu sendiri.
Antropologi secara etimologis berasal dari bahasa Yunani. Kata Anthropos berarti mansia dan logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi, antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia. Hal ini sesuai dengan definisi yang diberikan oleh M.J. Herskovits (1955). Dia mengatakan bahwa anthropology is the science of man.
Pusat perhatian/tujuan antropologi ditujukan pada lima hal berikut ini :
a.       Masalah perkembangan manusia sebagai mahluk biologis.
b.      Masalah sejarah terjadinya aneka warna mahluk manusia dipandang dari sudut cirri-ciri tubuhnya.
c.       Masalah sejarah asal, perkembangan, serta penyebaran berbagai macam bahasa di seluruh dunia.
d.      Masalah persebaran dari terjadinya aneka warna kebudayaan manusia di seluruh dunia.
e.       Masalah dasar dan aneka warna kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat dan suku-suku bangsa yang tersebar di seluruh bumi pada zaman sekarang.
Macam-macam jenis cabang disiplin ilmu anak turunan antropologi (Koentjaraningrat: 1981 hal. 25) :
1.      Antropologi Fisik
a.       Paleoantrologi adalah bagian dari antropologi fisik yang menelaah tentang asal usul atau terjadinya dan perkembangan mahkluk manusia. Obyek penelitiannya adalah fosil manusia (sisa-sisa tubuh manusia yang telah membatu) yang terdapat dalam lapisan-lapisan bumi.
b.      Somatologi adalah bagian dari antropologi fisik yang menelaah tentang variasi atau keanekaragaman ras manusia melalui cirri-ciri tubuh manusia secara keseluruhan (ciri-ciri genotipe dan fenotipe)

2.      Antropologi Budaya
a.       Prehistori adalah yang mempelajari tentang sejarah manusia dan penyebarannya melalui obyek penelitian artefak (benda-benda peninggalan).
b.      Etnolinguistik antrologi adalah yang mempelajari timbulnya bahasa, bagaimana terjadinya variasi dalam bahasa serta penyebaran bahasa umat manusia di dunia.
c.       Etnologi adalah ilmu yang mempelajari asas-asas manusia dengan meneliti seperangkat pola kebudayaan suatu suku bangsa yang menyebar di seluruh dunia. Obyek penelitiannya adalah pola kelakuan masyarakat ( adat istiadat, kekerabatan, kesenian, dsb) serta dinamika kebudayaan ( perubahan, pelembagaan dan interaksi).
d.      Etnopsikologi adalah ilmu yang mempelajari kepribadian bangsa serta peranan individu pada bangsa dalam proses perubahan adat istiadat dan nilai universal dengan berpegang pada konsep psikologi.
e.       Antropologi sosial adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat manusia. Antropologi social sering kali disebut antropologi social budaya karena masyarakat dan budaya merupakan satu kesatuan system yang tidak terpisahkan.
Dalam perkembangan selanjutnya, antropologi sosial budaya bergerak pula di bidang kependudukan, pendidikan, kesehatan, hukum, politik, dsb.  Sehingga berkembanglah antropologi spesialisasi yang pada aplikasinya memunculkan antropologi terapan. Antropologi Terapan adalah antropologi yang langsung diaplikasikan karena dibutuhkan untuk keperluan tertentu.
Secara akademis, Antropologi berusaha mencapai sebuah pemahaman tentang manusia secara fisik, manusia dalam masyarakatnya, dan manusia dengan kebudayaannya. Secara praktis, Antropologi berusaha membangun suatu pandangan bahwa perbedaan manusia dan kebudayaannya merupakan suatu hal yang harus dapat diterima, bukan sebagai sumber konflik tetapi sebagai sumber pemahaman baru, agar secara terus-menerus manusia dapat merefleksikan dirinya. Secara praktis, kajian ilmu Antropologi dapat digunakan untuk membangun masyarakat dan kebudayaannya tanpa harus membuat masyarakat dan kebudayaan itu, kehilangan identitas atau tersingkir dari peradaban.

G.     Sejarah Atropologi
Seperti halnya sosiologi, antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami tahapan-tahapan dalam perkembangannya.
Koentjaraninggrat menyusun perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase sebagai berikut:
1.      Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)
Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnografi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.
Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.
2.      Fase Kedua (tahun 1800-an)
Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya
Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
3.      Fase Ketiga (awal abad ke-20)
Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.
4.      Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)
Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa.
Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar negara-negara di dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung.
Namun pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun.

H.    ANTROPOLOGI MASA KINI
Pebedaan-Perbedaan di Berbagai Pusat Ilmiah. Uraian mengenai keempat fase perkembangan ilmu antropologi di atas tadi adalah perlu untuk suatu pengertian tentang tujuan dan ruang-lingkupnya.
Antropologi di Amerika Serikat ilmu antropologi telah memakai dan mengintegrasikan seluruh warisan bahan dan metode dari ilmu antropologi dalam fasenya yang pertama, kedua, ketiga, ditambah dengan berbagai spesialisasi.
Antropologi di Inggris serta negara-negara yang ada di bawah pengaruhnya, seperti Australia, Ilmu antropologi dalam fase perkembangannya yang ketiga masih dilakukan, tetapi dengan hilangnya daerah-daerah jajahan Inggris.
Antropologi di Eropa Tengah seperti Jerman, Austria dan swiss, hingga hanya kira-kira 15 tahun yang lalu ilmu antropologi di sana masih bertujuan mempelajari bangsa-bangsa di luar Eropa untuk mencapai pengertian tentang sejarah.
Antropologi di Eropa Utara, di negara-negara Skandinavia, ilmu antropologi untuk sebagian bersifat akademikal seperti di Jerman dan Austria.
Antropologi di Uni Soviet perkembangan ilmu antropologi tidak banyak dikenal di pusat-pusat ilmiah lain di dunia, karena Uni Soviet hingga kira-kira sekitar tahun 1960 memang seolah-olah mengisolasikan diri dari dunia lainnya.

I.    MASA DEPAN ANTROPOLOGI
Setiap kajian antropologi yang pernah dilakukan selalu berusaha untuk memahami kebudayaan dari masyarakat yang dipelajarinya. Oleh karena itu, dalam antropologi, kebudayaan merupakan konsep sentral. Hanya dalam perkembangannya, kini konsep kebudayaan tidak sekedar merupakan alat untuk mendeskripsikan atau alat untuk mengumpulkan data-data kebudayaan tetapi lebih ke arah sebagai “alat analisis”.
Konsep yang mendasar dalam hal ini adalah “kebudayaan” dan “adaptasi”. Dalam hal ini, adaptasi adalah berkenaan dengan bagaimana manusia mengatur hidupnya untuk menghadapi berbagai kemungkinan di dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan-kebutuhan dan hambatan-hambatan dalam memenuhinya menuntut manusia untuk beradaptasi. Manusia harus mampu memelihara keseimbangan yang terus-menerus berubah antara kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan potensi yang terdapat di lingkungan di mana dia tinggal dan hidup. Menghadapi berbagai kemungkinan tersebut dalam menjalani hidup inilah yang menjadi tugas utama sebuah “kebudayaan”.
Kebudayaan memang tampaknya sangat stabil. Namun, sebenarnya, sedikit atau banyak, perubahan merupakan karakteristik utama dari semua kebudayaan. Baik itu kebudayaan dari masyarakat maju, maupun kebudayaan dari masyarakat yang sedang berkembang atau masyarakat tradisional. Selain itu, karena kebudayaan mempunyai tugas utama untuk membuat manusia sanggup menghadapi berbagai kemungkinan yang terus menerus berubah dalam menjalani hidup ini maka semua masyarakat manusia yang masih eksis di muka bumi ini mempunyai kebudayaan tanpa kecuali. Di samping itu, sudah selayaknya bila dikatakan bahwa kebudayaan tertentu adalah yang paling sesuai bagi masyarakat pendukungnya. Oleh karena itu pula tidak ada kebudayaan yang lebih tinggi atau lebih baik dari kebudayaan lainnya.
Sementara itu, sebuah kebudayaan juga perlu memelihara eksistensi dirinya. Kebudayaan, dalam menjaga keberlangsungannya adalah dengan cara menciptakan tradisi-tradisi, seperti yang terdapat pada berbagai pranata-pranata sosial yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan. Dengan kata lain, kebudayaan mengoperasionalkan model-model pengetahuan yang dimilikinya ke dalam pranata-pranata sosial. Ada pranata perkawinan, pranata agama, pranata pendidikan, pranata politik dan sebagainya.
Sedangkan hubungannya dengan “struktur sosial”, pranata-pranata sosial ini berfungsi sebagai pengontrol dalam menjaga keberlangsungan struktur-struktur sosial yang bersumber pada kebudayaan. Selain itu, kebudayaan memberi ‘warna’ atau ‘karakter’ terhadap struktur-struktur sosial yang ada sehingga struktur-struktur sosial yang terdapat pada kebudayaan tertentu akan tampak ‘khas’ bila dibandingkan dengan struktur-struktur sosial yang terdapat pada kebudayaan yang berbeda. Dengan demikian, struktur sosial merupakan ‘operasionalisasi’ dari pranata-pranata sosial – yang telah disesuaikan dengan lingkungan-lingkungan sosial yang ada dalam kehidupan nyata pendukung kebudayaan yang bersangkutan.



BAB III
PENUTUP
          A. KESIMPULAN
1.      Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos yang berarti "wacana" (dalam pengertian "bernalar", "berakal"). Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.
2.      Menurut Koentjayaningrat, antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
3.      Pusat perhatian/tujuan antropologi ditujukan pada lima hal, yaitu : masalah perkembangan manusia sebagai mahluk biologis, masalah  sejarah terjadinya aneka warna mahluk manusia dipandang dari sudut cirri-ciri tubuhnya, masalah sejarah asal, perkembangan, serta penyebaran berbagai macam bahasa di seluruh dunia, masalah persebaran dari terjadinya aneka warna kebudayaan manusia di seluruh dunia, masalah dasar dan aneka warna kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat dan suku-suku bangsa yang tersebar di seluruh bumi pada zaman sekarang.
4.      Macam-macam jenis cabang disiplin ilmu anak turunan antropologi (Koentjaraningrat: 1981 hal. 25), yaitu : antropologi fisik, antropologi budaya dan antropologi spesialisasi.





DAFTAR PUSTAKA

——-, 1998.Pengantar Antropologi II, Pokok Pokok Etnografi. Jakarta : Rineka Cipta
Haviland, William, A.Antropologi, Jilid 1, terjemahan. Jakarta:  Erlangga
Ihromi, T.O., 1980. Pokok-Pokok Antropolog. Jakarta : PT Gramedia
Koentjaraningrat. 1996. Pengantar Antropologi. Jakarta : PT  Rineka Cipta
Koentjaraningrat.1980.Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta: Aksara Baru
 Koentjaraningrat.1990.Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta